Senin, 20 April 2009

Jumat, 2009 April 17
Membaca Tanda-tanda
oleh : Taufik Ismail

ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan dan
meluncur lewat sela-sela jari
ada sesuatu yang mulanya tidak begitu jelas
tapi, kini kita telah mulai merindukannya
kita saksikan udara abu-abu warnanya
kita saksikan air danau yang semakin surut tampaknya
burung-burung kecil tak lagi berkicau di pagi hari
hutan kehilangan ranting
ranting kehilangan daun
daun kehilangan dahan
dahan kehilangan hutan

kita saksikan gunung memompa abu
abu membawa batu
batu membawa lindu
lindu membawa longsor
longsor membawa banjir
banjir membawa air
air mata

kita telah saksikan seribu tanda-tanda
bisakah kita membaca tanda-tanda

Diposkan oleh mahapekauinbdg di 08:00
0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Halaman Muka
Langgan: Poskan Komentar (Atom)

keur maraneh

Keur maraneh PENGURUS MAHAPEKA.....

Aing sedih MAHAPEKA Umurna geus 25 taun......
Aing sedih MAHAPEKA ngan kitu keneh - kitu keneh........
Aing sedih MAHAPEKA Beuki loba anggotana....
Aing sedih MAHAPEKA Teu loba prestasina....
Aing sedih MAHAPEKA Loba nu jadi anggota nu nebeng beken....
Aing sedih MAHAPEKA Naha Pengurus Teu saladar kana kanyataan ieu....

Na maraneh teu nyaho...MAHAPEKA teh organisasi pang kolotna di IAIN/UIN SGD????????????
Senin, 2009 April 20
Ada saatnya, ada waktunya
Ada saatnya, ada tempatnya

Berwacana memang nikmat
Tapi tidak lebih nikmat
Dari mendapat hasil ketika selesai praktik
Meskipun berupa keringat

Berwacana memang nikmat
Hanya saat di tempat dan waktunya
Tapi tersiksa dan sama sekali tak nikmat
Saat berpraktik sambil berwacana
Karena berwacana bukanlah disaat praktik

Saat praktik harus dinikmati
Dinikmati sama halnya dibuat focus
Saat berwacana pun harus dinikmati
Menikmati wacana sama halnya bersungguh untuk praktik




”jangan bicara soal idealisme ”, ini adalah petikan lagu Iwan Fals. Sungguh membuat kesan yang dalam bagiku. Idealis adalah ketika kita meninggikan cita-cita. Idealis adalah juga ketika kita berbicara masa depan secara hampir paripurna.
Ketika idealisme hanya menjadi bahan pembicaraan, tapi miskin praktek. Inilah makna yang terkandung dari lirik lagu Iwan Fals diatas. Hanya berbicara idealisme tanpa usaha memperjuangkannya sama halnya dengan berkhayal.
Menyenangkan memang bagi siapa pun yang berkhayal. Tak heran bila berkhayal menjadi paforit orang-orang yang sedang dirundung penat dan kegagalan. Karena pada saat itu berkhayal mampu menerbangkan sejenak pikiran mereka menjauhi realitas.
Berkhayal juga menjadi paforit orang tertindas, dan teraniaya. Karena mereka selalu merasa rendah diri dan merasa lemah. Berbeda dengan orang yang teraniaya lantas ia sadar bahwa keteraniayaannya adalah akibat dari rasa lemah dirinya, maka ia akan bangkit mengubah rasa lemah menjadi rasa kuat, rasa tidak percaya diri menjadi rasa penuh percaya diri. Dengan itu maka perlawanan terjadi.
Dan hanya dengan melawan, seseorang memperoleh kemanusiaannya. Dengan melawn pula kemerdekaan menjadi suatu hal yang tidak mustahil. Dengan melawan kita dapat mengubah sesuatu. Karena melawan berarti juga berbuat.
Melawan siapa? Melawan rasa lemah diri, melawan kemalasan, melawan dinding-dinding hidup yang membuat kita nyaman dan terbuai kenyataan-kenyataan semu, melawan kebiasaan berkhayal yang membius kita untuk tidak berbuat apa-apa.

He....he...he!
Diposkan oleh mahapekauinbdg di 01:01 0 komentar
Jumat, 2009 April 17
terang berang

Terus terang
aku sedang berang
melihat parang-parang terserang
saat ini
saat macan tak punya taring
saat kelingking dibatu gamping

aku punya mulut
yang sedang berang
aku punya tarang yang kerung
aku punya kaki yang kejang
ingin berlari
saat dimana aku sedang
tapi tak ada orang yang
mau diajak berperang
padahal perang sedang

akhirnya aku mengerang
teriak seorang
akhirnya aku berterus terang
sedang berang
aku lancang meneriakan keberanganku
hatiku bagai kerang saat berang
Senin, 2009 April 20
Ada saatnya, ada waktunya
Ada saatnya, ada tempatnya

Berwacana memang nikmat
Tapi tidak lebih nikmat
Dari mendapat hasil ketika selesai praktik
Meskipun berupa keringat

Berwacana memang nikmat
Hanya saat di tempat dan waktunya
Tapi tersiksa dan sama sekali tak nikmat
Saat berpraktik sambil berwacana
Karena berwacana bukanlah disaat praktik

Saat praktik harus dinikmati
Dinikmati sama halnya dibuat focus
Saat berwacana pun harus dinikmati
Menikmati wacana sama halnya bersungguh untuk praktik




”jangan bicara soal idealisme ”, ini adalah petikan lagu Iwan Fals. Sungguh membuat kesan yang dalam bagiku. Idealis adalah ketika kita meninggikan cita-cita. Idealis adalah juga ketika kita berbicara masa depan secara hampir paripurna.
Ketika idealisme hanya menjadi bahan pembicaraan, tapi miskin praktek. Inilah makna yang terkandung dari lirik lagu Iwan Fals diatas. Hanya berbicara idealisme tanpa usaha memperjuangkannya sama halnya dengan berkhayal.
Menyenangkan memang bagi siapa pun yang berkhayal. Tak heran bila berkhayal menjadi paforit orang-orang yang sedang dirundung penat dan kegagalan. Karena pada saat itu berkhayal mampu menerbangkan sejenak pikiran mereka menjauhi realitas.
Berkhayal juga menjadi paforit orang tertindas, dan teraniaya. Karena mereka selalu merasa rendah diri dan merasa lemah. Berbeda dengan orang yang teraniaya lantas ia sadar bahwa keteraniayaannya adalah akibat dari rasa lemah dirinya, maka ia akan bangkit mengubah rasa lemah menjadi rasa kuat, rasa tidak percaya diri menjadi rasa penuh percaya diri. Dengan itu maka perlawanan terjadi.
Dan hanya dengan melawan, seseorang memperoleh kemanusiaannya. Dengan melawn pula kemerdekaan menjadi suatu hal yang tidak mustahil. Dengan melawan kita dapat mengubah sesuatu. Karena melawan berarti juga berbuat.
Melawan siapa? Melawan rasa lemah diri, melawan kemalasan, melawan dinding-dinding hidup yang membuat kita nyaman dan terbuai kenyataan-kenyataan semu, melawan kebiasaan berkhayal yang membius kita untuk tidak berbuat apa-apa.

He....he...he!
Diposkan oleh mahapekauinbdg di 01:01 0 komentar
Jumat, 2009 April 17
terang berang

Terus terang
aku sedang berang
melihat parang-parang terserang
saat ini
saat macan tak punya taring
saat kelingking dibatu gamping

aku punya mulut
yang sedang berang
aku punya tarang yang kerung
aku punya kaki yang kejang
ingin berlari
saat dimana aku sedang
tapi tak ada orang yang
mau diajak berperang
padahal perang sedang

akhirnya aku mengerang
teriak seorang
akhirnya aku berterus terang
sedang berang
aku lancang meneriakan keberanganku
hatiku bagai kerang saat berang

Ambilah Agamanya

Dr. H. Asep S. Muhtadi (Samuh)

(Salah satu pendiri MAHAPEKA)


Dia menelpon saya sekedar ingin berbagi informasi setelah empat bulan berkeluarga. Istrinya, Lisa, ikut berbicara. Nadanya penuh bahagia. Mereka mengabarkan kalau pernikahannya telah membawa bahagia. Keduanya minta doa agar dapat memetik hikmah sakinah, mawaddah dan rahmah. Chaudri yang baru belajar Islam kurang dari setengah tahun itu mulai fasih melafalkan ketiga istilah arab tadi.

Mereka juga berterima kasih atas bantuan yang saya pernah berikan menjelang dan saat dilakukan pernikahan. Orang tua saya meminta saya memberikan khutbah nikah untuk kedua mempelai. Tidak lama setelah menikah, mereka pu meninggalkan Indonesia untuk selanjutnya tinggal di Amerika. Lisa ikut suami yang saat itu dapat pekerjaan di perusahaan teknik informatika. Ketika keduanya pamitan, saya hanya bisa memberi hadiah buku tentang Islam, introduction to Islam. Chaudri yang belum bisa berbahasa Indonesia itu tampak senang menerimanya. Buku ini rupanya yang telah mendorong chaudri terus belajar Islam.

Bahkan, kabarnya, Lisa yangsebelumnya tidak mengenakan busana muslimah, kini mulai berjilbab. Lisa ingin memberi dukungan moril pada suami yang baru mulai belajar Islam. Ketika chaudri makin sering membaca-baca buku tentang Islam, Lisa pun mulai mengenakan jilbab. Chaudri bangga punya istri berjilbab meski harus melawan arus budaya setempat.

Pernikahan Chaudri- Lisa memang tidak sesederhana pasangan pada umumnya. Mereka harus menempuh liku-liku perjalanan panjang menuju pelaminan. Mereka harus menunggu waktu yang tepat. Pasalnya karena Lisa dan Chaudri berbeda agama. Perjalanan panjang harus mereka lalui, hanya karena mereka ingin beragama sama. Agama apapun. Mereka sering berdiskusi, apakah Chaudri ikut agama Lisa atau sebaliknya. Meski merek tidak faham betul apa masalahnya jika mereka menikah dalam status berbeda agama, mereka hanya ingin sama. Hanya itu. Mereka tidak memiliki alasan lebih jauh dari sekedar ingin memiliki visi keluarga yang sama.

Bagi mereka, agama merupakan modal harmoni dalam keluarga. Mereka meyakini hal itu, meskipun keduanya sama-sama tidak mengetahui alasan teologis ataupun ketentuan hukum yang mengikat rencana pernikahan mereka. Mereka memahami bahwa pernikahan merupakan persekutuan dua insan untuk membangun tatanan kehidupan baru, bukan saja antara suami istri, tapi juga buat anak-anak mereka kelak. Mereka membayangkan kalau persekutuan keluarga itu butuh kesamaan-kesamaan, meskipun dengan tetap memelihara perbedaan.

Anak-anak kelak akan ikut larut dalam ruang kehidupan keluarga. Chaudri dan Lisa hanya ingin anak-anak mereka kelak tidak akan menemukan kesulitan ataupun kebingungan ketika harus larut dalam tata nilai yang telah tersedia dalam keluarga. Anaka-anak harus tumbuh dalam kebebasan yang menyenangkan, bukan kebebasan yang membingungkan. Anaka –anak akan terlibat dalam proses tentang pembelajaran tentang nilai-nilai yang sebelumnya telah menjadi anutan kedua orang tuanya.

Dalam proses pergulatan pemikiran inilah perjalan perkawinan Chaudri-lisa melaju dari satu titik menuju titik berikutnya; dari terminal pengembaraan batin yang satu menuju terminal yang lainnya. Tapi perjalanan itu mereka lalui dalam kearifan iman yang mereka yakini. Keduanya tulus melepas ego yang mengikat eklusifisme masing-masing. Keduanya menyadari kalau jalan keluar itu terbuka lebar dalam kelapangan hati dan kejernihan pikiran. Dalam proses tarik menarik inilah, Lisa membisikan harapan pada Yang Maha Kuasa

”Tuhan, aku tidak faham kemestian-kemestian yang harus kulalui tatkala pintu perkawinanku semakin lebar terbuka. Tapi aku berharap kebahagiaan dalam irama rumah tangga sesuai dengan titah dan ajaran-Mu.” sambil terbata-bata harapan itu disampaikan pada saat orang-orang tertidur lelap. Sebisanya dia berdoa, sambil tak henti-hentinya meminta restu orangtua.

Akhirnya Lisa menikah dengan lelaki pilihannya, Chaudri. Lelki berkebangsaan India itu sebelumnya seorang pemeluk agama Hindu. Dia termasuk sosok taat beragama. Perangainya mencerminkan sosok yang terikat pada nilai-nilai luhur: santun, tulus dan penuh apresiasi. Dia tidak menemukan kesulitan ketika keputusan Lisa sudah bulat. Lisa hanya ingin seseorang yang beragama sama. Dia pun yakin kalau keputusan ini adalah jalan terbaik yang haus dilalui.

Beberapa hari sebelum menikah, Chaudri telah terlebih dahulu mengucapkan dua kalimah syahadat sebagai pintu masuk menjadi seorang muslim. Keislamannya merupakan syarat mutlak yang ditetapkan Lisa dan orangtuanya. Sebelumnya, dua kali Chaudri datang ke rumah saya untuk berdiskusi di seputar islam.dia ingi tahu lebih banyak tentang Islam sebelum memutuskan untuk mengikuti keputusan Lisa. Dia ingin lebih yakin. Sebaliknya, saya tidak menggiringnya untuk memeluk Islam. Malah saya mencoba untuk memberi aba-aba yang diperkirakan akan menjadi beban berat yang harus dia hadapi. Tapi niat Chaudri sudah bulat.

Kini mereka bahagia, saling mencintai penuh pengertian. Perbedaan bahasa dan suku bangsa tidak menjadi penghalang untuk merintis kebahagiaan. Keduanya saling memahami kalau perbedaan itu merupakan keniscayaan yang harus dihadapi. Kini mereka menempuh samudra dengan penuh percaya diri. Benar, jika Rasulullah Saw pernah mengisyaratkan,dari sejumlah kriteria pasangan suami-istri, agama merupakan kriteria kunci.

Dikutip dari Tabloid Alhikmah, edisi April 2009/Rabiul Akhir 1423 H

Kamis, 09 April 2009

MUKADIMAH


Bahwa sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan alam semesta dengan segala isinya bagi manusia yang bertugas sebagai kholifah di muka bumi dan agar mereka memakmurkannya bagi kesejahteraan umat.

Dengan kemurahan dan kasih sayang-Nya Allah SWT telah menurunkan Islam dengan seperangkat ajaran yang mengatur segala prilaku dan kehidupan manusia merupakan pedoman yang sangat ideal bagi setiap umat manusia, sehingga menjadikan dirinya sebagai khalifah bagi sekalian alam.

Menyadari akan hak dan kewajiban serta tanggung jawab sebagai mahasiswa/i muslim, generasi pengemban amanat Allah, maka kami bertekad untuk mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam dengan memelihara dan melestarikan lingkungan hidup secara perorangan atau kelompok. Untuk mendapatkan keridhoan dari-Nya.

SEJARAH
MAHAPEKA atau Mahasiswa Pencinta Kelestarian Alam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, pertama kali didirikan pada tanggal 07 Maret 1984, bertepatan dengan tanggal 4 Jumadil Akhir 1404 H, di Bandung. Berawal dari keinginan untuk dapat berkumpul dan berkelompok dengan orang-orang yang memiliki hobby dan tujuan yang sama. Keinginan atau hasrat tersebut selain karena hobby petualangan, juga terdorong oleh kenyataan kondisi kampus (saat itu) yang memang sudah saatnya memiliki orang-orang yang sadar dan peduli terhadp lingkngan sekitar, khususnya lingkungan kampus Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Saat itulah timbul suatu gagasan untuk menformulasikan hasrat tersebut dalam suatu wadah yang konstruktif dan teroganisir.

Menyadari hal itu, maka beberapa gelintir Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Gunung Djati Bandung (sebelum berganti nama menjadi Universitas Islam Negeri) memprakarsai untuk membentuk suatu kelompok, yang pada waktu kemudian berdirilah organisasi yang ber-note bone Pencinta Alam, maka saat itulah 7 Maret 1984, lahir embrio organisasi Pencinta Alam, yang sampai saat ini menamakan diri MAHAPEKA (Mahasiswa Pencinta Kelestarian Alam).

Pada awalnya MAHAPEKA hanya melakukan kegiatan-kegiatan berupa perambahan hutan dan penjelajahan gunung-gunung, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan kebersihan dan penghijauan di lingkungan kampus. (Alhamdulillah sampai saat ini partisipasi MAHAPEKA dalam upaya kebersihan dan keindahan kampus masih tetap ada dan Isnya Allah akan senantiasa terus ada dan terus ditumbuhkan di hati setiap anggota MAHAPEKA)
MAHAPEKA, dalam merefleksikan kegiatan-kegiatannya mencoba menjadikan alam terbuka sebagai arena Dakwah disamping sebagai termpat bertafakur. Mulai alam terbuka, MAHAPEKA mencoba merealisasikan ayat-ayat Allah yang menyebutkan bahwa “Manusia itu diciptakan sebagai khalifah di muka bumi” (Al-Baqarah:30, Shaad:26) dan sebagai pemakmur bumi (Hud:61). Untuk itu Biarkan kami berbicara tentang misi, penghayatan dan pengalaman agama dengan cara kami sendiri.

Waktu berjalan bagai air di sungai yang tiada mengenal henti, dan MAHAPEKA pun terus melangkah kaki-kakinya yang kekar ke arah yang lebih jauh. Berbagi kegiatan selalu gencar dilaksanakan, mulai dari yang sifatnya rutin (yakni Tata Ruang Kampus dan Penghijauan) sampai pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya pengembangan minat dan bakat serta petualangan (seperti Moutain Jungle, Rock Climbing, Rafting, Caving, Conservation dst) dan peningkatan kualitas anggota (seperti pengiriman anggota MAHAPEKA untuk mengikuti pelatihan atau sekolah SAR, Gunung Hutan, Panjat Tebing, Susur Gua, Arum Jeram, KSDA, Seminar Lingkungan maupun pendidikan di tingkat nasional) selain itu juga Mahapeka memiliki kegiatan rutinan setiap tahunnya dari tahun 1990 (yakni Bakti Sosial) dan desa binaan di kawasan Banten (daerah kawasan Baduy).

VISI
Terciptanya mahasiswa/i Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung yang mampu meningkatkan profesionalisme organisasi peka terhadap masalah sosial dan lingkungan hidup serta melestarikan alam bagi kesejahteraan umat manusia.

KODE ETIK
Kode Etik MAHAPEKA Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung yang berdasarkan Q.S.Hud ayat 61.
Yang artinya :

“Dialah yang telah menciptakanmu dari bumi dan kamu sebagai pemakmurnya“
dan
Kode Etik Pemuda Pencinta Alam Seluruh Indonesia

MOTTO
“ BIARKAN KAMI BERKIPRAH DENGAN CARA KAMI SENDIRI ”

HAKEKAT MAHAPEKA
1) Mahapeka itu sahabat sesama manusia dan saudara bagi tiap-tiap mahapeka lainnya
2) Mahapeka itu sabar dan riang gembira
3) Mahapeka itu sanggup menolong sesama hidup
4) Mahapeka itu terbuka JUJUR dan IKHLAS dalam berbakti
5) Mahapeka itu berjiwa petualang
6) Mahapeka itu mencintai KELESTARIAN ALAM